Pages

.

Rabu, 22 Oktober 2014

Nina Tante Seksi Sebelah Rumah

Bugi, Gono, Adon, Feri dan Coki baru saja menggelar ‘konser’ di kamar Coki. ‘Konser’ menurut kamus mereka adalah menonton setumpuk DVD porno.

“Sialan, kenapa lu ngajak ‘konser’ pas gue lagi jomblo? Mana di sini sama sekali gak ada cewek,” gerutu Adon sambil mengelap jidatnya yang berkeringat. “Gue butuh pelampiasan nih,” tukasnya lagi sambil mengelus kont*lnya yang ngaceng di balik celana bermudanya.

“Sayang Mbak Suti udah pulang,” desah Coki. “Biar cuma babu cuci dan giginya berantakan, tapi bodinya mak! Gak kalah sama J-Lo. Pantatnya itu lho kalo jalan megal-megol!”

“Yah, selera lu kok gak mutu gitu,” cela Gono sambil pringas-pringis. “Gue mana bisa nafsu sama cewek jelek.” Cowok paling ceking ini sedang berusaha mengecilkan kont*lnya yang membengkak dengan menempelkan bagian depan celananya yang menggembung pada sekaleng bir Guiness hitam dingin.

“Eh, kalo lagi nafsu gini mau cewek kayak apa kek yang penting dia punya lobang yang bisa dimasukin,” sahut Bugi sambil ngiler usai melihat-lihat cover DVD yang seronok.

“Tul, biar muka kayak setan yang penting legit kayak ketan,” timpal Coki mencoba sedikit bertamsil.

“Lha, trus sekarang kita kudu ngapain? Ke diskotek, panti pijat atau lokalisasi? Gue lagi bokek. Lagian kalau pas ada razia kan konyol. Pokoknya malam ini gue kudu nyolok,” ujar Adon.

“Oh, gue tahu! Lu pada inget sama cewek yang tinggal di rumah belakang gak? Yang sombong itu lho. Yang gue panggil tapi dia malah melengos.”

Karena masih mabuk film porno, empat temannya hanya manggut-manggut tanpa tenaga. Feri yang pendiam malah masih merengut. Ia tidak puas dengan enam film yang mereka tonton. Bukan karena cerita atau pemainnya – buktinya kont*lnya paling mekar diantara yang lainnya, tapi sudut pengambilan gambar yang membuatnya jengkel. Maklum, si bongsor ini adalah mahasiswa IKJ jurusan penyutradaraan.

“Namanya Nina. Sebenarnya mukanya sih nggak cantik-cantik amat, tapi bodinya seksi. Kulitnya putih mulus. Pahanya jenjang en payudaranya sekel. Eh, pas tahu gue pelototin bodinya dia malah maki-maki gue. Heran, kalo nggak mau ditonton ya jangan ngasih kita tontonan dong. Dia jual mahal karena dulunya pernah jadi simpanan bule. Mending bulenya cakep. Udah tua, gendut, gundul lagi.”

“Wah, panjang umur dia,” gumam Bugi sambil melongok jendela. “Cok, itu kan yang namanya Nina?”

Keempat temannya segera menghambur ke jendela. Dari lantai dua, mereka bisa melihat gundukan kembar yang mengintip dari belahan blus rendah, paha mulus jenjang dan goyang pantat Nina yang membius. Jakun mereka naik turun dan menghasilkan bunyi glek keras. Lalu semuanya saling pandang. Seakan memiliki kemampuan men-scan isi otak empat sohibnya yang kotor, Coki langsung mengajak mereka menyelinap ke rumah kontrakan di belakang. Kebetulan Nina memang tinggal sendirian. Tapi ada syaratnya…

“Gue gak mau masuk penjara. Jadi kita harus bikin dia mau main karena suka sama suka.”

“Yaa repot amat. Masa kudu pake rayuan dulu?” omel Adon.

“Gak repot asal ngikutin cara gue. O, ya satu lagi. Karena gue yang kasih tahu kalian, berarti gue dapat giliran pertama. Dan lu, Fer, lu bisa mewujudkan impian lu. Bawa handycam lu.”

Feri memang tak pernah lepas dari handycamnya. Wajahnya yang berjerawat langsung berseri-seri. Ia mendekati Coki lalu berbisik-bisik seperti seorang sutradara yang sedang berdiskusi dengan penulis skenario.

Setelah celingukan ke sana-kemari, mereka memanjat pagar kecuali Gono. Ia tetap berada di luar pagar untuk membunyikan bel agar Nina mau keluar. Mulanya Gono enggan, takut dirinya dilupakan dan ditinggal oleh teman2nya. Tapi setelah Coki meyakinkannya, ia mau juga menjadi pancingan.

Ting Tong. Ting Tong. Ting Tong. Ting Tong.

Nina mengintip dari balik korden. Ia mengerutkan keningnya melihat cowok tak dikenal memencet bel rumahnya dengan getol. Dengan jengkel ia membuka pintu, mulutnya baru saja membuka untuk mengomeli Gono saat sebuah tangan membekap mulutnya dan ada tangan-tangan lain meringkus tangan dan kakinya. Dalam waktu singkat, Nina sudah digotong masuk ke dalam kamar tidurnya sendiri. Sedangkan sesuai janjinya, Coki tak lupa membukakan pintu untuk Gono. Kerjasama Coki dan kawan-kawan tak kalah baik dengan kawanan tentara bayaran di film-film Hollywood saat menjebak teroris. Nina mendelik begitu mengenali Coki. Berbagai makian terlontar, tapi tak jelas terdengar karena mulutnya dibekap.

“Diam, sayang. Kalau lu terus memaki-maki gue, nanti akibatnya tambah fatal,” ujar Coki sambil mengunci pintu kamar.

Kemudian Coki meminta teman-temannya untuk menelanjangi Nina. Bugi yang kesal karena tangannya digigit Nina hingga berdarah langsung menjejalkan celana dalam nylon putih berenda ke dalam mulut sang empunya celana. Gadis itu tidak diikat karena kedua tangan dan kakinya terus dipegangi. Bugi yang duduk di dekat kepala Nina memegangi kedua tangan Nina, sedang Adon dan Gono duduk di samping kiri-kanan Nina sambil mementangkan kaki gadis itu dengan selebar mungkin. Usaha mereka tidak mudah karena gadis itu terus meronta-ronta. Sementara itu Feri sudah sibuk dengan handycam-nya, lensa handycam terus terarah pada lekuk tubuh Nina.

“Begini, kita punya penawaran. Kita kasihan melihat lu tinggal sendirian tanpa pacar apalagi suami. Lu pasti sering masturbasi kalau lagi kesepian. Apalagi umur lu masih muda, belum nyampe tiga puluh. Cewek umur segitu kan lagi horny-hornynya,” ujar Coki sambil mengelus selangkangan Nina yang tak berambut, sepertinya habis di-wax. “Jadi kita bisa saling memuaskan. Win-win solution lah.”

Nina menggeram marah. Ia melotot sambil menggeleng keras saat payudaranya diremas-remas Adon dan Gono.

“Kalau kami nggak bisa membuat lu orgasme dalam waktu sepuluh menit, kami akan minta maaf, keluar dari sini dan nggak bakalan ganggu lu lagi selamanya. Lu sendiri nggak boleh bilang siapa-siapa tentang kejadian ini atau rekaman gambar bugil lu akan nongol di internet. Tapi kalau lu sampai teriak-teriak enak, maka lu harus mau melayani kami berlima,” ujar Bugi sambil memiting kedua tangan Nina.

“Pelan-pelan. Kalau tangannya sampai keseleo atau patah kan nggak seru,” tukas Coki menyabarkan Bugi. Bugi menurut dan mengendorkan pitingannya.

Nina mulai gemetar. Sorot matanya tak segarang tadi. Agaknya ia tidak yakin bisa melewati sepuluh menit dengan selamat. Jujur saja apa yang dikatakan Coki tadi benar. Ia memang kesepian dan hampir tiap malam bermasturbasi, kadang sekali, kadang sampai tiga kali. Ia ingin bercinta lagi, tapi hanya dengan orang yang benar-benar dikenalnya.

Tanpa menunggu jawaban Nina, Coki mengambil posisi di depan selangkangan Nina. Tubuh Nina mengejang saat lidah Coki mulai menjilati klitorisnya. Tapi sesudahnya ia diam, meronta pun tidak. Ia hanya merintih pelan sambil berusaha menahan agar nafsunya jangan sampai meledak. Namun bukan hanya Coki yang bekerja, Adon dan Gono terus meremas dan melumat buah dada bulat kenyal dengan lapar. Sesekali keduanya memuntir dan menggigiti puting cokelat muda yang menggemaskan itu. Sedangkan Bugi menggesek-gesekkan kont*lnya yang keras di balik celana selututnya pada ubun-ubun Nina.

Dada Nina naik-turun. Nafasnya mulai memburu. Dengan lembut dan tak terburu-buru Coki melumat bibir bawah Nina. Dijilatinya klentit yang sudah mengeras itu dengan perlahan, sesekali menelusurinya dengan ujung lidahnya. Coki pernah membaca di sebuah majalah kalau klentit sisi sebelah kanan lebih sensitif dari sebelah kiri karena syaraf pada pada sisi kanan berhubungan langsung pada kandung kemih. Jari telunjuk Coki juga sudah mengelus dan menekan dinding atas vagina, persisnya pada permukaan halus yang mirip spons. Menurut buku seks yang dibacanya, tempat itu yang dinamakan G-spot.

“Lima menit lagi,” ujar Feri dengan suara serak. Tangannya yang memegang handycam sudah berkeringat. Ia ingin sekali ikut meremas dan menjilati tubuh Nina, tapi merekam dokumentasi langka seperti ini lebih penting baginya. Toh nantinya ia juga dapat giliran.

Nina memandangi jam dinding dengan pasrah bercampur cemas. Kalau saja ia punya kemampuan untuk memajukan jarum menit dari jarak jauh, tapi yang bisa dilakukannya hanyalah terkapar tanpa daya. Payahnya lagi tubuhnya mulai menggigil oleh hujan serangan dari cowok-cowok yang usianya sekitar sepuluh tahun lebih muda darinya. Sudah lama ia tidak disentuh laki-laki, sekarang malah ada lima meski yang satu sibuk dengan handycam. Astaga! Nanti rekaman itu akan dikemanakan? Eh, apa mereka membawa kondom? Kalau dia sampai hamil gimana? Untung saja hari ini sudah lewat masa suburnya.

“Dua menit lagi,” ujar Feri sambil merekam kehebatan kerja lidah Coki dari jarak dekat. “Lu benar-benar hebat, man. Belajar dari mana sih? Tapi jangan lama-lama nanti sepuluh menit keburu lewat,” bisiknya.

Coki hanya melirik dan mengedipkan matanya. Mendadak ia mempercepat gosokan sambil sedikit menekan G-spot dan mengenyot kacang basah itu dengan mantap. Nina mengerang dengan mata terpejam lekat sehingga dahinya berkerut dan kedua alisnya menyambung jadi satu.

“Suara lu seksi. Bikin adik gue tambah gede,” bisik Bugi sambil menyeringai.

Nina menggigit bibirnya untuk menahan teriakan-teriakan keluar dari mulutnya. Namun rasa nikmat sudah menguasai sekujur syaraf tubuhnya. Kakinya yang sejak tadi diam mulai kembali bergoyang-goyang. Begitu pula tangannya.

“This is it, Cok! She’s coming!” seru Bugi riang.

Mendengar kata ‘coming’, Nina berusaha mengendurkan syaraf-syarafnya, tapi Coki sudah membuatnya gila. Perut bawahnya mulai mengejang dan rasanya ingin meledak. Ia menggeliat untuk menahan ledakan, tapi terlambat. Seiring erangan keras, matanya melotot dan kedua kakinya menjejak ke udara dengan keras hingga nyaris terlepas dari cekalan Adon dan Gono. Bugi mencopot sumbatan mulut Nina dan berbisik, “bilang enak dulu kalau nggak, dia nggak akan berhenti ngemut klentit lu.”

Namun Nina hanya mengerang-erang sambil menggelinjang ke sana-kemari. Ia berusaha melepaskan diri dari Coki, tapi lidah dan jari Coki terus melekat dengan mantap.

“Ss… sudah… su… dah… please… tol…long…,” desis Nina setengah menangis.

“Bilang enak dulu,” perintah Bugi.

“E… enak… en…nak…”

“Yang keras!”

“Enak! Enaaak!”

Baru Coki berhenti. Sekitar bibir dan hidungnya basah mengkilap, tapi ia tampak senang. Dengan wajah berseri-seri, ia membuka pakaian hingga telanjang. Begitu pula yang lainnya termasuk Feri yang akhirnya mau juga menaruh handycam-nya.

Dengan napas tersengal-sengal Nina terbaring lemah. Ia hanya bisa melihat Coki merangkak mendekatinya dan langsung menghujamkan kont*lnya ke dalam vagina yang basah dan licin. Nina merintih saat klentitnya yang bengkak dan masih sensitif terasa pedas tergesek rambut kemaluan Coki yang tajam. Coki sendiri terus menghantam pantatnya ke selangkangan Nina sambil melumat bibir Nina dengan rakus. Nina memalingkan wajahnya begitu merasakan lendir vaginanya sendiri, tapi Coki memegangi pipinya dengan erat dan terus mengobok-obok gusi dan dinding mulut Nina dengan lidahnya. Setelah puas mentransfer ludah mulut bawah Nina ke mulut atasnya, kedua tangan Coki sibuk meremas pinggul dan payudara gadis itu dengan keras hingga Nina kesakitan. Sepertinya kesabaran Coki dalam menghadapi klentit, hilang tak tersisa.

Bugi, Adon dan Gono asyik menonton sambil mengelus-ngelus kont*l mereka. Bugi yang mendapat giliran kedua sudah siap di samping ranjang sambil menyuruh agar Coki jangan lama-lama. Coki yang memang sudah hampir selesai segera mempercepat kayuhan pantatnya dan ia menggeram sambil meremas buah dada Nina dengan keras. Crot! Crot! Crot! Nina begitu kesakitan hingga air matanya menggenang. Ia tidak mengalami orgasme lagi karena tubuhnya belum pulih dari ledakan kenikmatan tadi apalagi remasan tangan Coki menyakitinya.

Bugi langsung maju menggantikan tempat Coki. Ia menyeringai melihat Nina menggeleng pasrah.
“Jangan takut, sayang. Biarpun tangan gue lu gigit sampe berdarah, gue bakal bikin lu menjerit-jerit keenakan.”

Nina memang langsung menjerit kecil saat kont*l Bugi menerobos masuk dengan paksa. Apalagi setelah kedua kakinya yang panjang diangkat dan disampirkan pada pundak Bugi. Kont*l Bugi langsung melesak masuk menumbuk G-spotnya dengann telak. Teriakan kesakitan Nina berubah menjadi lolongan nikmat saat Bugi menghentak-hentakkan pantatnya. Kedua tangan Nina menarik-narik seprai hingga hampir robek.

Feri terus merekam dari berbagai sisi. Sedangkan Adon dan Gono mengomentari gaya Bugi dengan kagum seperti komentator yang sedang memuji-muji gocekan Ronaldinho di depan gawang lawan. Coki tampak sirik dengan keberhasilan Bugi merangsang Nina. Gadis itu seperti lupa kalau sedang diperkosa. Ia tampak begitu menikmati kocokan Bugi hingga ikut menghentakkan pantatnya dan berulang kali berteriak ‘Yes! Oh, yes! More… more!! Ughh! Enaaak! Agh… Yes! Enaaak!!”

Akhirnya dengan kepala mendongak, Bugi menggeram seperti ****** herder milik Pak RT. Cairan hangat menyembur-nyembur dari kont*lnya ke dalam rahim Nina dan kedua tangannya mencengkeram payudara sambil memuntir puting Nina. Pinggul Nina masih terus bergoyang, teriakannya juga masih jalan terus. Rupanya kont*l Bugi yang tinggal setengah mekar masih cukup keras menyodok-nyodok G-spot nya. Selang sepuluh detik kemudian giliran Nina mengerang panjang lalu tubuhnya terkulai lemas. Ia mengangguk pelan pada Bugi sebelum memejamkan matanya.

“Eh, siapa yang suruh lu tidur. Belum selesai, sayang,” tukas Adon sambil menarik Nina bangun.

Adon si gempal menyuruh Nina duduk di pangkuan menghadapnya. “Busyet! Lu becek banget,” tukas Adon setengah mengeluh saat cairan vagina bercampur sperma dua temannya tumpah membasahi paha dan buah zakarnya. Kont*l Adon sudah berdiri dengan kerasnya hingga tak perlu bantuan tangan lagi untuk memasuki lubang vagina Nina.

Nina menahan napas saat vaginanya kembali ditembus kont*l sekeras kayu. Anak-anak kuliahan ini benar-benar berbeda dari Albert Withers, expat Aussie yang dulu memeliharanya. Kont*l Albert memang besar, tapi tidak sekeras milik mereka. Mungkin karena sudah berusia lima puluh tahun maka kont*l bule itu tidak lagi mengacung ke langit tapi membentuk sudut sembilan puluh derajat dari paha.

Adon memegangi pantat Nina dan menaik-turunkannya seiring ia menggoyang pantatnya. Nina yang lemas berusaha bersandar pada tubuhnya, tapi malah didorongnya menjauh hingga kepalanya terayun ke belakang. Satu tangan Adon melepas pantat Nina untuk menyangga punggung Nina. Bibirnya yang tebal menyelomot payudara Nina yang berayun di depan wajahnya. Mata Nina kembali terpejam dan ia mengerang. Semua rangsangan ini membuat liang senggamanya berkedut dan mengeluarkan cairan lagi. Tapi erangannya lembut setengah mendesah, tak sekeras saat kont*l Bugi mengocoknya. Tapi lama kelamaan ia mulai merintih nikmat karena klentitnya kembali mengembang setelah tergesek dengan rambut kemaluan Adon. Ia mulai menggelinjang sehingga tubuhnya oleng dan hampir jatuh rebah ke kasur. Tapi Adon menariknya kembali dan tubuh mereka yang basah karena keringat saling menempel. Adon memeluk Nina dengan erat dan menekan tubuh Nina kuat-kuat sebelum menyemburkan spermanya.

Nina yang baru saja dibaringkan Adon langsung disuruh nungging oleh Gono. Dengan sekali hentak, kont*l Gono langsung masuk. Nina mengerang sambil meringis. Meski tidak begitu panjang, tapi kont*l buntek ini berdiameter cukup besar sehingga memenuhi liang vaginanya seperti lepet yang menuh-menuhin bungkusnya. Satu tangan Gono mengobel-ngobel payudara Nina dan yang satunya mengilik-ngilik klitoris Nina. Gadis itu terus menggelinjang dan merintih nikmat setelah mengalami lima orgasme kecil berturut-turut. Gono sendiri memejamkan mata menikmati kont*lnya dikenyot liang vagina yang tak henti berkedut.

Coki, Bugi dan Adon menggoda Feri yang terus saja asyik merekam. Seolah tak mendengar ejekan temannya, Feri malah mendekati Gono dan membisikinya sesuatu. Gono menoleh tanpa berhenti mengayun pantatnya. Pandangan takjub Gono membuat tiga penonton saling pandang dengan penasaran. Tapi Feri dan Gono tak mau menjawab pertanyaan yang diberondongkan mereka. Dengan santai Gono menarik tangannya dari klentit Nina. Tangannya mengkilat oleh cairan vagina bercampur sperma tiga temannya. Lalu ia mengoleskan cairan di tangannya ke bibir anus Nina. Nina yang sejak tadi mengerang-erang langsung terkesiap. Ia melonjak kaget bahkan berusaha melepaskan diri, tapi Gono memegangi pantatnya dengan erat. Dengan dua jari, Gono menguwek-uwek bibir anus berwarna merah muda itu hingga melembut. Anus Nina makin berkerut-kerut karena kegelian. Sentuhan pada anus rupanya membuat Nina semakin panas dan meremas kont*l Gono kuat-kuat. Bersamaan dengan jeritan Nina, Gono juga berteriak. Cairan hangat kembali membanjiri lubang vagina Nina.

Nina ambruk ke atas seprai yang bau dan basah kuyup oleh cocktail keringat, cairan vagina dan air mani. Matanya yang hampir terpejam segera melotot begitu melihat kont*l Feri yang berukuran super melintas di depan hidungnya. Tanpa disadarinya tubuhnya gemetar dan lubang vaginanya terasa ngilu sebelum ditembus kont*l pejantan terakhir. Feri menitipkan handycam-nya dulu pada Coki dan mulai mendekati Nina. Ia duduk bersandar di headboard ranjang dan menarik tubuh Nina yang tergolek di hadapannya. Dimintanya Nina duduk di pangkuannya, tapi tidak seperti Adon tadi kali ini Nina memunggunginya. Kaki Nina dipentangkan lebar dan ditaruh di atas kedua lutut Feri. Dengan perlahan, Feri memegangi pinggang ramping Nina. Diangkat dan diturunkannya tubuh gadis itu hingga kont*lnya menusuk masuk ke dalam vaginanya. Ninah mendesah puas. Namun baru saja mem*knya meremas-remas gada raksasa itu, ia kecewa. Tiba-tiba Feri saja mengangkat tubuhnya dan melepaskan kont*lnya. Apa karena terlalu becek? Nina ingin bertanya, tapi malu. Lagipula Feri kembali menurunkan tubuhnya.

Nina menjerit kesakitan. Ternyata kont*l besar itu menghujam lubang anusnya setelah mencelup lubang vaginanya untuk mendapat lubrikasi. Ia meronta dengan sisa-sisa tenaganya, tapi sia-sia. Feri terus menarik pundak Nina ke bawah. Tubuh Nina melengkung karena menahan nyeri saat seluruh kont*l Feri masuk ke lubang anusnya. Baru kali ini anusnya diperawani, sialnya dengan kont*l sebesar ini. Feri diam sejenak dan meremas-remas payudara Nina dengan lembut. Ia juga membisiki Nina dengan berbagai pujian dan rayuan. Usahanya menenangkan Nina berhasil, gadis itu akhirnya berhenti berontak dan menyandarkan tubuhnya dengan pasrah. Feri mulai menaik-turunkan tubuh Nina. Satu tangannya beranjak meninggalkan payudara dan menelusuri perut rata Nina menuju klitoris Nina yang sudah memerah.

Nina menggelinjang saat jari telunjuk Feri menggaruk sembari memutar-mutar kacangnya. Payudaranya berguncang sehingga membuat empat penonton kembali ngos-ngosan karena pemandangan merangsang ini membangunkan senjata pribadi mereka. Coki yang tidak tahan menyerahkan handycam pada Bugi dan merangkak maju mendekati Nina. Protes teman-temannya tidak dipedulikannya. Rupanya ia masih kesal mengapa Nina tampak begitu menikmati kont*l teman2nya, tapi tidak miliknya.

Telunjuk Coki menyelonong masuk ke dalam liang vagina Nina dan mengobok-obok G-spotnya dan mulutnya menerkam salah satu payudara Nina. Nina mendesis-desis sambil memandangi Coki. Pandangannya seperti orang fly, ya gadis itu sedang terbang di dunia fantasi. Cairan vagina yang terus keluar mengalir ke anus membuat gerakan kont*l Feri semakin lancar. Kaki Nina mengejang dan teriakan lantang pun menyusul hingga Coki harus membekap mulut Nina. Dua tangan Coki berada pada dua mulut Nina. Feri terus memompa lubang Nina tanpa ampun. Ia belum juga ejakulasi meski tubuh Nina sudah terkulai lemas. Akhirnya crrott…crott…crot…crot. Semburan panas mengisi lubang anus Nina hingga ia terlonjak.

Bermain selama lima ronde berturut-turut membuat tenaga Nina habis. Begitu Feri melepaskannya, ia roboh tanpa bisa berkata-kata lagi. Ia baru membuka mulutnya setelah Adon kembali meraba payudaranya. “Besok… besok lagi saja, ya…,” ujarnya memelas dengan lirih

Senin, 20 Oktober 2014

Kenangan di bekas tempat kosku



Tahun 1996, aku baru saja akan memulai semester baru di sebuah perguruan tinggi negeri di Jogjakarta, liburan semester panjang baru saja selesai ku lalui di Kota Hujan Bogor di rumah kedua orang tuaku.
Liburan yang menyenangkan, yang memberikan kesan pertama seksualku di kota bogor, bersama dengan teman-teman smu ku dulu.Aku sebenarnya enggan untuk kembali ke kosanku, aku masih ingin menikmati dan menambah pengalaman seksualku, yang selalu membuatku merasa ketagihan.
Saat kembali ke kamar kosku, terlihat kamarku begitu rapih, sama seperti pertama kali ku tinggalkan saat selesai menyelesaikan uas semester genapku.
Tak lama terdengar suara wanita tertawa di luar kamarku, aku bergegas keluar, ternyata ada penghuni baru di kontrakan kosku. Sambil berpura-pura ke kamar Andi, aku memperhatikan kamar lisa yang kulewati. Lalu lisa teman kosku memanggilku.
"Tom, kenalkan ini Santi anak baru di kosan kita ". sahut lisa teman kosku yang sudah tinggal 1 tahun lebih di kamar itu.
"Tommy," sahutku sambil mengulurkan tanganku
"Santi " sahutnya sambil menjabat tanganku diiringi senyum manisnya.
"Dia anak hukum tom, semester 5 sekarang " lisa bercerita tentang santi
"ooh.. aku di ekonomi, sekarang semester terakhir," sahutku
"udah nyusun?" tanya santi
"belum, masih ada 15 sks yang harus ku ganti dulu " jawabku.
Singkat cerita kami mulai bercerita tentang diri kami masing-masing, aku tak henti-hentinya menganggumi kecantikan santi, wanita asal jakarta, saat itu ia baru saja menginjak umur 20 tahun.
Tubuhnya putih mulus, payudaranya terlihat indah ditutupi kaus singlet berwarna putih, pahanya terlihat putih terawat, dia sangat seksi dengan penampilannya kaus singlet putih di teruskan oleh celana pendek berpola kotak-kotak miliknya.
Tak terasa si jagur milikku mulai terasa bangun karena tak henti-hentinya aku memperhatikan tubuh indah santi.
Keesokan harinya, seperti biasa aku menyalakan motor bebek astrea hitamku untuk menuju kampus, saat motor keluar dari pagar rumah kosanku, terdengar suara halus wanita mencegahku untuk pergi.
"tunggu " sahutnya, "boleh aku ikut ?" tanya santi yang baru saja kusadari dia telah berdiri di depan pintu. Tak lama kemudian ia duduk di belakangku, tangannya melingkari pundakku.kamipun bergegas menuju kearah kampus.
Selang 1 bulan kemudian, tak terasa hubunganku dengan santi semakin akrab, kami sering kali bercanda satu sama lain, aku merasakan getaran rasa suka yang hadir di kalbuku. Selepas uts, saat itu seorang teman kosku ulang tahun, ia memutuskan untuk mengadakan pesta kecil di kosanku, tentu saja ku sambut dengan riang, memang salah satu kebiasaan di kosanku adalah mengadakan pesta minum-minuman keras. Hampir seluruh penghuni 20 kamar di kosanku, sangat menggemari minuman keras, tak terkecuali para wanitanya. Maklum, kosanku memang terkesan bebas, pemiliknya hanya datang 1 bulan sekali untuk mengambil setoran sewaan kamar kami.
akhirnya malampun tiba, Doni membawa beberapa botol minuman keras, aku menyumbang 2 botol ukuran sedang Jack Daniel's yang kudapat dari teman-temanku di clubing, Andi menyumbang beberapa gram daun kenikmatan.
Akhirnya kamipun mengadakan pesta kecil untuk doni, lisa ikut serta, dan sungguh mengejutkan, Santi pun ikut serta,saat minuman habis, Doni mengeluarkan lagi cadangan simpanannya, begitu juga dengan diriku, kembali pesta kami lanjutkan, kami tertawa - tawa, sambil mendendangkan beberapa lagu dengan gitar butut milik Rudi.Terasa kepala mulai terasa berat, aku telah menghabiskan beberapa minuman keras, dan 2 linting daun haram bawaan andi, terlihat mata santipun mulai memerah, menandakan ia mulai on, satu per satu teman teman kosku mulai tumbang ke kamarnya masing masing, akhirnya aku memutuskan untuk naik ke atas menuju kamarku, yang terletak di lantai 3.
Didalam kamar, saat mulai kurebahkan tubuhku, terasa tak hanya kepala yang mulai berat, namun hasrat seksku mulai muncul, hasrat yang telah terpendam kurang lebih 3 bulan terpendam sejak aku meninggalkan kota bogor, pada saat liburan, hampir setiap hari kusalurkan hasratku kepada imel teman sekolahku dulu. Ia adalah wanita pertama yang memperkenalkanku kepada hasrat seksual.
Tak terasa hampir setengah jam aku termenung, sambil menikmati susu ultra yang tersisa tinggal 1 dus di kamarku, ini caraku untuk menurunkan kadar alkohol di dalam tubuhku, dan memang selalu berhasil, namun ternyata tidak untuk hasrat seksku. Pikiranku melayang sejenak, terlintas wajah Santi yang cantik menggugah anganku.
ku lihat jarum jam menunjuk tak jauh di bawah angka 2, sudah hampir 1/2 3 pikirku, tapi karena esok adalah hari libur aku tak perduli.
Telingaku mulai menangkap keheneningan di luar kamar kosku, menandakan para penghuni kosku mulai terlelap tidur dikamarnya masing-masing.
Saat ku langkahkan kakiku menuju tangga, untuk mengambil air putih di dapur bawah, pikiranku iseng untuk menuju kamar Santi yang berada di ujung lorong, saat ku coba membuka pintunya ternyata tidak di kunci.
Kumasuk kamar Santi, ku dapati tubuh santi tengah tergeletak di kasur, tubuh indahnya tergambar rapih di terangi oleh lampu kamar yang tidak di matikan, darahku mulai terasa naik ke otak, saat ku perhatikan dadanya yang membusung, seakan aku dapat membayangkan apa yang ada di balik kaos hitamnya itu.
Ku dekati ia, sesaat kuperhatikan wajahnya yang cantik, terlihat seperti lelah karena minuman yang telah di tenggaknya sekitar 4 jam yang lalu.
Pikiranku mulai menginginkan untuk menikmati setiap bagian yang ada di hadapanku. Aku mulai mendekati, tanganku bergerak membelai rambutnya yang panjang sebahu, wajahku mulai mendekatinya, ku coba untuk mulai menikmati bibir indahnya yang terkatup rapat, terdengar suara dengkuran dari tenggorokannya.
Kudaratkan bibirku di bibirnya, perlahan ku permainkan bibirnya, bagian atas dan bawah, bibir santi mulai membuka di luar sadarnya, seakan-akan memberikan keleluasaan bagiku untuk semakin menikmatinya,
posisiku mulai tertidur di sampingnya, lidahku mulai mempermainkan rongga mulutnya, terdengar suara santi yang mulai mendesah,Saat santi membuka matanya, ia mendapatiku telah berada di sampingnya, mulutnya tersenyum, lalu kami melanjutkan ciuman kami,
Tanganku mulai mencoba menyingkirkan selimut yang menutupi bagian bawah santi, tanpa ku sangka, ternyata santi hanya menggunakan celana dalam saja, terlihat pahanya putih mulus, menggambarkan keindahan sang pemiliknya, ku raba dan ku elus pahanya, Santi hanya mengerang,
Tanganku mulai bergerak naik, dan mencoba menyusup ke balik celana dalam milik santi, Mata santi terpejam, ia membiarkan tanganku mulai memasuki daerah terlarang miliknya, ia seakan-akan menerima apa yang aku lakukan.
Aroma alkohol di mulut santi membuat hasratku makin menggebu-gebu untuk menidurinya, ciumanku makin kulancarkan ganas dan liar, santi membalasnya.
Jari-jari tanganku memainkan daerah kewanitaan milik santi, terasa rambut halus berada di sekitarnya, namun aku hanya mendapati daerah yang ditutupinya tidak terlalu luas, entah berapa lama kupermainkan liang kewanitaan santi, sampai terasa lendir mulai membanjiri liang kewanitaannya.
Tanganku mulai merayap naik, membuka pakaian yang melekat di tubuh santi, Santi membiarkan dirinya terbuka satu persatu, hingga akhirnya tubuhnya terlihat polos dihadapanku, nafasku kian memburu saat aku telah mendapati tubuh santi telah telanjang, aku mulai melucuti pakaianku satu persatu, hingga kami terlihat bugil bersama.
Aku mulai mempermainkan puting payudara santi yang terlihat agak kemerah-merahan, sesekali ku sapu setiap bagian puting payudaranya, lalu ku gigit sesekali dengan lembut, kemudian ku hisap, tubuh santi menggeliat menikmati setiap gerakan lidahku, mulutku, dan tanganku, tanganku tak henti-hentinya meremas pantat Santi yang terasa kencang dan bulat.
Tubuhnya benar-benar menggairahkan.
"sshhhh mmmppphhhh" suara santi terdengar sesekali,
Mulutku mulai menuruni tubuh santi, ku coba benamkan wajahku di antara kudua pahanya, ku coba ciumi daerah sensitif milik santi,
Nafas santi mulai memburu saat ku permainkan daging-daging diantara kedua pahanya dengan permainanku, ku coba untuk menjilati sisi-sisinya,
Menjilat,menghisap, dan menggigit menjadi menu utama permainan di sekitar kemaluan milik santi, cairan lendir yang keluarpun semakin banyak dari dalam vagina milik santi, terasa batang kejantananku makin mengeras saat mencium bau aroma daun sirih di sekitar kemaluan santi.
Batangku telah menegang sempurna, akhirnya aku mulai menaiki tubuh santi.
"Tom" panggilnya lirih, namun matanya masih terpejam, menikmati permainan lidahku yang mulai beranjak naik kembali menyusuri payudara santi, lalu leher
"Oh .. tommmm,, sshhhh..." desahnya
Saat ku coba menaklukan pertahanan terakhir santi, ku coba memasukan penisku kedalamnya,
"akhhh .... sakit tom.. " teriak kecilnya terdengar
"ssttt !! ntar yang lain bangun" sahutku menenangkannya
entah mengapa aku merasa begitu kesulitan memasukan batangku ke dalam vagina milik santi, rasanya berbeda dengan imel, dulu seperti tidak terlalu sulit memasukan batangku ke dalam vagina imel , pikirku melayang
Akhirnya setelah terus berusaha, akhrnya aku berhasil memasukan seluruh batangku kedalam liang kewanitaan milik Santi.
"aukkkhhhh.... sakitt tom.... akkkhhh, " jerit santi tertahan saat kumasukan seluruh penisku ke dalam liang kewanitaannya,
Kupermainkan pinggulku, menyodok liang senggama santi, berkali-kali, sambil tubuhku menindih tubuh santi.
Payudara santi yang berukuran 34 B, tak henti-hentinya ku hisap dan ku permainkan saat aku mulai menggenjot tubuhnya, gerakan yang diajarkan imel kepadaku saat 3 bulan yang lalu.
"sshhh... ahhh... ohhhh...udahhh tomm.. aku nggak kuat... ssshh .. ahhh... sakit tom.." berulang-ulang santi berucap kepadaku,namun setelah beberapa saat ia mulai mengikuti iramaku, tak lagi ada rintihan yang keluar dari mulutnya, "ahhh..ahhh" hanya desahan lembut yang mengalir deras dari mulutnya.
Matanya kadang terpejam, kadang menatap lembut kearahku, sambil tubuhnya mulai dibanjiri keringat, begitu juga denganku.
Setiap gesekan yang ditimbulkan di dalam tubuh Santi, aku merasakan sensasi nikmat, tak lama kemudian tubuh santi mengejang, tubuhnya seperti menggelepar, kepalanya mendongkak kearah atas, sehingga terlihat lehernya yang putih mulus terpampang di wajahku, tangannya mencengkram kuat kasur, nafasnya tertahan sejenak terdengar lenguhan panjang dari bibir santi "aaahhhhhhhhhh !!!" sesaat kemudian badannya berkelonjotan, terasa ada cairan yang keluar dari liang kewanitaannya, tak lama kemudian tubuhnya melemas, namun aku terus memacu tubuhku, memompa vagina milik santi, seakan-akan aku tak rela melepaskan batang penisku dari liang milik santi, aku memompa cepat tubuhnya.
Kali ini aku mencoba melakukannya sambil setengah berdiri, tubuh santi setengahnya tergeletak di kasur, kakinya melingkar ke pinggangku, aku kembali menghujami penisku ke dalam vagina milik santi.
di luar mulai terdengar suara adzan subuh, memanggil umat islam untuk menjalankan kewajibannya, namun kami masih terlarut di dalam kenikmatan seksual yang tercipta dari goyangan tubuh kami berdua.
hingga akhirnya terasa batang penisku menyemburkan cairan kenikmatan, beberapa kali ku tembakan spermaku ke dalam rahim milik santi, sambil mataku terpejam, wajahku di penuhi keringat, mata santi terlihat sayu, aku melemas tak berdaya, hingga akhirnya aku terkulai di samping tubuh santi yang sudah lemas tak berdaya.
Kulihat ada cairan darah berwarna merah mewarnai seprai kasur santi.
Santi adalah wanita perawan pertama yang kunikmati tubuhnya, ia memberikannya sukarela, ditengah-tengah pikirannya masih di pengaruhi alkohol yang diminumnya.
Namun entah mengapa ada perasaan puas di dalam batinku.
Sejak hari itu, santi sering melayani nafsuku, berkali-kali kami mencuri kesempatan untuk saling menyalurkan libido kami masing-masing.
Lebih dari 1 semester kami melakukannya, hingga akhirnya santi pulang ke jakarta, karena mengikuti keinginan orang tuanya untuk menikah, ia berhenti kuliah karena orang tuanya menikahkannya.
7 tahun berlalu, aku telah melupakannya, hingga suatu saat, saat aku sedang menikmati makan siangku di mal kelapa gading, aku berjumpa dengan santi,
Sejenak kami berbincang - bincang menanyakan kabar, sambil menanyakan sang suami, ternyata ia telah memiliki seorang anak laki-laki bernama surya. setelah selesai kamipun berlalu.
Selang sehari setelah pertemuan itu, sebuah email kuterima dari Santi, saat ku baca isinya, ternyata anak laki-laki surya itu adalah anakku, buah hasil hubungan kami terakhir, ia menceritakan semua, namun ia tak pernah bicara kepada orang tuanya siapa yang menghamilinya, ternyata ia menikah karena ketahuan hamil, buah hubungan kisah cinta kami berdua.

Minggu, 19 Oktober 2014

10 Wanita Paling Cantik di Tiongkok (China)

Konon kabarnya penduduk wanita China lebih banyak dari pria. Nah, dari jumlah tersebut ada 10 wanita paling cantik di negeri Tirai Bambu tersebut. Siapa saja mereka? Langsung cekidot saja pada foto-foto di bawah ini.
1. Jolly An
Jolly An
2. Cao XiWen
Cao XiWen
3. Coco Gu
Coco Gu
4. Deng JiaJia
Deng JiaJia
5. Dong WenSi
Dong WenSi
6. He ZuoYan
He ZuoYan
7. Kan Le
Kan Le
8. Li Qian
Li Qian
9. Liao JianLin
Liao JianLin
10. Liu Yun
Liu Yun
Mereka memang cantik-cantik Gan…
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

"Bagaimana Mengubah Modal Rp 350.000,- Menjadi Penghasilan Rutin Rp 75 Juta/Bulan dari Bisnis Sederhana di Internet?" info lengkap Klik disini!

E-book Download "Tehnik Arab-Sudan Untuk Memperbesar Penis + Menambah Ereksi KERAS & KUAT + ML Tahan Lama" klik disini untuk download atau klik webnya disini!

"Anda Dapat Bertambah Tinggi 2 cm s/d 10 cm Dalam Waktu 4 Bulan" Caranya? download ebooknya disini atau Klik disini!

Download Ebook "SOLUSI SOAL CINTA: BUATLAH WANITA JATUH CINTA KEPADA ANDA, Cara Memikat Wanita Idaman" klik disini untuk download atau klik webnya disini

Mata Lelaki